banner curhatan tidak perlu

Sudah beberapa hari di bulan April. Sudah sepekan lebih saya berada di Makassar. Jangan tanyakan saya tentang pelayanan di Rumah Sakit Maba—saya juga gak tahu. Dokternya mungkin ada yang standby di sana. Mungkin juga mereka pulang ke daerah asal masing-masing. Tapi tenang, Dokter Umum pasti ada. Minimal jaga IGD tetap jalan.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, saya akan kembali lagi ke Maba. Seperti biasa, ada plus minusnya.

Plusnya? Di sana hampir tidak pernah ada pengeluaran tidak terduga. Tidak ada mal. Tidak ada tempat jajan impulsif. Tidak ada acara dadakan. Bahkan kadang gak ada sinyal. Uang yang ada bisa bertahan lebih lama. Hidup terasa minimalis. Stabil. Hemat.

Minusnya? Tidak ada keluarga. Tidak ada si bocil. Tidak ada istri. Tidak ada tawa-tawa sambil rebutan remote. Tidak ada momen rebutan makanan di meja makan. Hanya ada rutinitas kerja dan langit Halmahera yang kadang mendung, kadang terlalu terik.

Sementara itu di Makassar, hampir tiap hari saya spending melebihi budget. Ada saja keperluan. Atau, ya, keinginan yang dikamuflase sebagai keperluan. Bocil minta jajan, istri minta jajan, saya sendiri pun tidak kuat menahan jajan.

Tapi ya begitulah hidup. Antara hemat dan hangat. Antara sunyi dan ramai. Antara waktu luang dan waktu untuk keluarga.

Post a Comment