banner curhatan tidak perlu

Selasa, 25 Februari 2025. Hari ini saya tidak ingin membahas kejadian harian. Bukan soal pasien, bukan soal operasi, dan jelas bukan soal gaji yang entah kapan turunnya. Saya ingin membahas sesuatu yang sedikit lebih dalam.

Bully. Perundungan.

Sebagai seseorang yang terlalu sering merasa disakiti sampai-sampai terkadang merasa agak "masokis," saya tidak pernah terlalu mempermasalahkan hidup yang dipenuhi tekanan. Termasuk saat masa pendidikan dokter spesialis. Itu sudah jadi hal yang "biasa." Saya diajarkan (atau lebih tepatnya, dipaksa belajar) untuk mengambil inti pesan dari omelan senior. Misalnya, alih-alih menginterpretasikan omelan lewat telepon setiap jam sebagai tanda bahwa senior itu benci dengan saya, saya mencoba melihatnya sebagai pertanda ada urusan yang harus segera diselesaikan.

Saya cenderung bermasabodo dengan orang yang tidak menyukai saya. Rasanya, memikirkan pendapat setiap orang itu melelahkan. Tapi saya juga tidak munafik. Tidak setiap waktu saya kuat menginterpretasikan omelan sebagai motivasi. Ada kalanya semua verbal insult itu menembus pertahanan mental dan masuk ke hati. Permusuhan pun muncul. And you know what? It's okay. Wajar saja. Kita manusia.

To be honest, di akhir hari, mereka tetaplah rekan kerja. Teammate. Kita mungkin tidak akur, tapi harus tetap saling mendukung di tempat kerja. Setidaknya itu yang saya coba pegang. Mungkin tidak semua orang sependapat, tapi saya memilih berpandangan begitu. Tidak suka, ya sudah, tapi kerjaan harus tetap kelar.

Ada orang-orang yang pernah membully saya dan sampai sekarang belum saya maafkan. Kenapa? Karena saya tidak bisa melihat tujuan dari tindakan mereka selain untuk memuaskan diri mereka sendiri. Mereka bukan tipe orang yang bisa diajak kerja sama. Maunya enak sendiri. Dan untuk tipe orang seperti ini... well, saya tidak selalu diam.

Sometimes, I set up traps for them in a malicious way. Mungkin terdengar kejam, tapi saya percaya bahwa beberapa orang perlu diberi pelajaran. Bukan balas dendam, tapi lebih ke bentuk pertahanan diri. Kalau kamu bermain kotor, jangan heran kalau lawanmu mulai bermain di level yang sama.

Satu hal yang selalu saya harapkan adalah saya bukan tipe senior yang membully tanpa alasan jelas. Kalau pun saya marah atau menegur junior, saya ingin mereka bisa melihat maksudnya. Tidak ada gunanya menghina tanpa arah. Saya ingat bagaimana rasanya berada di posisi mereka, dan saya tidak ingin mengulang lingkaran setan itu tanpa makna.

Efek terburuk dari perundungan? Bunuh diri. Saya paham tekanan mental bisa begitu berat sampai orang kehilangan harapan. Tapi, menurut saya pribadi, itu langkah yang konyol. Kalau tidak tahan dengan kelakuan orang-orang di dalam, jangan hancurkan dirimu sendiri. Ada dua pilihan yang lebih baik: berusaha beradaptasi atau keluar dan melawan dari luar. Jalan hidup tidak berhenti hanya karena lingkungan kerja yang toksik. Banyak pintu lain yang bisa dibuka.

Hidup itu terlalu panjang untuk disia-siakan karena ulah orang lain yang bahkan mungkin tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan padamu. Jika hari ini mereka menyakitimu, besok mereka bisa saja lupa. Tapi kamu? Luka itu bisa membekas bertahun-tahun. Jangan biarkan mereka menguasai hidupmu.

Pilih bertahan kalau kamu masih bisa, atau tinggalkan kalau sudah tidak ada ruang bernapas. Yang penting, jangan hancurkan dirimu sendiri hanya untuk membuktikan sesuatu pada mereka. Mereka tidak layak untuk itu.

Post a Comment