Senin Panik: ICU, Tagihan, dan Drama yang Tak Berujung
Ini siapa? Yang jelas bukan saya. Sumpah ini ChatGPT bikin ilustrasi terlalu ganteng.

Senin, 3 Februari 2025. Hari dimulai dengan panik. Pasien di ICU yang kemarin, tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran. Dari laporan, GCS 9. Saya khawatir jangan sampai harus diintubasi. Baru bangun tidur, langsung was-was.

Siap berangkat ke rumah sakit, eh, mobil tidak bisa langsung keluar. Terjebak lagi. Kali ini Hilux di kiri dan belakang. Tembok di depan dan kanan. Déjà vu. Mau pinjam mobil dinasnya Afdal, tapi waktu saya ketuk pintunya, tidak ada respon. Oke, Plan B: Tanya yang punya Losmen. Kebetulan dia ada di luar, lagi manasin mobilnya. Dia bantu ketuk pintu orang yang punya Hilux. Beruntung, orangnya keluar dan langsung pindahin mobilnya. Akhirnya, bisa keluar juga. Berangkat ke rumah sakit. Belum mandi.

Sampai di rumah sakit, tangani pasien. Syukurlah, kondisinya membaik. Internist dikonsul, lalu pasien ditangani bersama. Saya lanjut ke ruang operasi. Operasinya memanjang. Sampai sore. Waktu selesai, pasien yang di ICU tadi sudah stabil kembali. Wah, internist-nya hebat.

Sementara itu, ada WA dari istri. Bertanya apakah saya pernah menunggak bayar PDAM. Soalnya, air di rumah tidak mengalir dan tandon sudah kosong. Ya nggak lah. Lalu saya sadar: ini waktunya bayar tagihan bulanan. SPP anak. BPJS. Iuran les anak. Modem untuk CCTV di rumah. Uang harian. Haduh, banyak sekali. Kapan gajian ini?

Pikiran langsung beralih ke uang. Saya cek grup WA para penagih pengklaiman penggantian biaya penelitian dan ujian dari Kemenkes. Kabar buruk: semua staf Kemenkes yang mengurus beasiswa sudah diganti sejak awal Februari. Artinya? Penggantinya mungkin sudah tidak peduli dengan klaim dari pengurus sebelumnya. Kemungkinan besar, uang itu tidak akan cair. Mungkin saya harus ikhlaskan. Mungkin saya harus minta uang dari orang tua lagi.

Dan ini membuat saya sedih. Sudah sekian lama hidup, masih saja menyusahkan orang tua. Tapi mereka tidak pernah mengeluh soal ini. I don't know how I feel about this.

Malam, ada ajakan untuk ikut tahlilan mengenang almarhum Om Mano. Saya tidur sore dulu. Bangun-bangun, sudah hampir jam 21 malam. Tapi setelah tanya di WA, ternyata acara baru mulai. Oke, tetap berangkat. Mandi dulu, tapi. Seharian ini soalnya saya belum mandi.

Di acara tahlilan, bocil akhirnya menelpon. Dia tunjukkan gambar buatannya. Saya bilang bagus. Dia sempat tidak percaya. Mungkin karena tempo hari, waktu dia dengan penuh passion menunjukkan mahakaryanya, saya bilang hasilnya jelek. Padahal dia sudah menuangkan segala usaha dan krayonnya dalam karya itu. Waktu itu, dia langsung ngambek. Matikan telepon.

Seperti hari kemarin, drama marahan suami-istri masih berlanjut. I am not going to talk to my wife until she apologizes. Saya hanya ngobrol dengan bocil saja. Lihat dia menari-nari gembira. Lihat dia bercanda. Lihat dia menggambar. Sampai dia puas, lalu menutup telepon.

Sempat ada kekhawatiran, jangan sampai saya pulang ke Losmen kemalaman dan pintunya sudah ditutup seperti kemarin. Tapi kupikir, pasti ada jendela yang bisa diketuk sekarang. Hehe.

Sampai Losmen, parkir mobil dinas. Tapi karena sudah dua kali kena kejadian terjebak parkir, kali ini saya cari tempat yang bisa langsung cus kalau ada apa-apa.

Sekarang, mau istirahat lagi.

Post a Comment