Selasa, 4 Februari 2025. Kalau kemarin saya bilang mau istirahat, ternyata tidak begitu jadinya. Pasien ICU yang kemarin tiba-tiba memburuk, ternyata kondisinya lebih buruk lagi, direncanakan untuk reopen jam 3 dini hari. Ternyata ada leakage di dalam perutnya. Ini kondisi yang bikin deg-degan buat seorang dokter anestesi karena pasien dimulai dengan kondisi buruk. Bisa saja pasien ini mati di atas meja operasi.
![]() |
| Kegantengan eksesif dalam ilustrasi karena dibuatkan oleh ChatGPT. Aslinya gak gini. |
Yang harus dilakukan? Stabilisasi pasien, plus edukasi keluarga soal rencana tindakan dan prognosisnya. Tapi yang lebih penting dari semua itu, saya harus tidur dulu.
Kepala perawat ICU mengabari hampir tengah malam. Tapi saya memprioritaskan diri sendiri dulu. Kupikir, kalau ada apa-apa, pasti saya ditelepon. Benar saja, jam 2:30 dini hari telepon berbunyi. Saya tanya, dokter bedahnya sudah datang belum? Jawabannya, dokter bedahnya bilang akan datang kalau dokter anestesi sudah datang. Lah, saya kan baru mau datang kalau sudah ada dokter bedahnya. Kasihan kepala perawat ini. Sudah harus jaga malam (padahal biasanya tidak), sekarang harus membangunkan kami berdua karena kami sama-sama istirahat dan saling menunggu.
Saya akhirnya datang duluan ke ICU untuk assessment, planning, dan yang paling penting, edukasi keluarga pasien. Kebiasaan keluarga pasien, kalau dalam kasus emergensi seperti ini, sering perlu dijelaskan lebih dari satu kali, padahal biasanya dokter bedahnya sudah menjelaskan. Sebagai partner yang baik, saya harus menjelaskan (lagi) apa yang kira-kira akan dilakukan dan apa yang akan terjadi jika operasi dilakukan atau tidak dilakukan. Karena tugas dokter anestesi bukan cuma di ruang operasi, tapi memastikan pasien selamat dari periode prabedah sampai pascabedah.
Operasi dimulai jam 4 pagi. Selesai sekitar jam 6:30 pagi. Habis itu kupikir saya terlalu lelah sampai pandanganku bergoyang sendiri, ternyata gempa. Literally.
![]() |
| Getaran gempanya sudah berhenti, notifikasinya baru masuk. |
Meskipun sempat ditemani dengan gempa, operasi berhasil. Sekarang tugas saya memastikan pasien tetap selamat sampai ke periode pascabedah. Pasien kembali ke ICU, lalu kami periksa dan perbaiki semua yang bisa diperbaiki.
Hari ini bukan jadwal saya untuk membius. Saya persilakan si Afdal untuk datang pagi-pagi supaya melanjutkan operasi berikutnya. Yang paling kasihan jadi super lelah itu dr. Ahmad, si dokter bedah. Saya sendiri, setelah stabilisasi pasien di ICU, tidak ada kegiatan, jadi lanjut tidur di OK, lalu lanjut tidur lagi di Losmen.
Sore, ada laporan pasien rencana operasi besok. Oh, itu jatah saya. Lalu ada laporan lagi, ada operasi emergensi akan dilakukan sore ini. Oh, itu jatah si Afdal. Saya urus yang jatah saya saja. Saya tidak mau gila urusan.
Waktu mau ke rumah sakit, saya merasa ada yang kurang. Badan terasa tidak segar. Oh, belum mandi seharian. Saya mandi dulu. Hasilnya? Badan tetap tidak segar. Tapi karena itu usaha maksimal saya untuk menyegarkan diri, saya lanjut ke bangsal untuk menilai pasien operasi besok.
Di bangsal, entah karena perasaan saya yang memang tidak segar atau karena pasiennya memang tidak fit, saya memutuskan untuk menunda operasinya. Menurut saya, pasien ini butuh waktu dua hari untuk optimalisasi. Setelah mengabari perawat dan dokter bedah, saya langsung cabut.
Masih di bangsal, belum sampai di Losmen, ada panggilan video call dari senior saya dulu waktu S1, yang sekarang seniornya istri saya di pendidikan dokter spesialis. Tapi begitu diangkat, malah kami berdua yang disuruh bicara. Hah? Memangnya dia tahu kami lagi marahan? Ini memang seolah-olah dia tau kalau kami suami-istri lagi marahan. Instingnya tajam. Atau istri saya keceplosan, lalu automatically di-bully. Langsung saya tutup teleponnya. Tidak penting.
Rupanya, ada sesuatu terjadi di rumah. Si bocil ngamuk-ngamuk sore-sore. Marah besar. Kenapa? Waktu saya tanya lewat CCTV, katanya dia sudah tidak marah lagi. Tapi tadi dia marah karena pengen mengepel lantai rumah, tapi tidak diizinkan oleh ART.
I was speechless... Pengen ngepel lantai? Ada-ada saja alasanmu buat marah, Nak.
Perjalanan pulang dari rumah sakit ke Losmen, saya merasa perlu memperbaiki mood. Jadi alih-alih langsung balik ke Losmen, saya jalan dulu ke rumah dinas saya tujuh tahun lalu yang sekarang sudah terbengkalai. Ternyata kondisinya sudah tidak layak. Perlu renovasi besar-besaran. Setelah itu, saya ke pantai. Menikmati matahari sore. Lumayan, mood jadi lebih baik.
Begitu mood lebih baik, pikiran jadi lebih terbuka. Tunggu dulu... Pasien yang saya tunda tadi, beneran tidak optimal?
Saya bertanya ke internist, kenapa pasien ini mau dimajukan operasi? Dia bilang, pasien sudah dioptimalisasi sejak kemarin. Heh? Berarti kalau direncanakan besok, sudah dua hari dilakukan perbaikan kondisi. Harusnya sudah fit.
Saya cek ulang pasien, lalu menyimpulkan bahwa tidak ada alasan valid untuk menunda operasinya. Okelah. Saya kembali mengabari dokter bedah dan pasiennya.
Karena bosan, dan saya memang masih di rumah sakit, saya iseng main ke ruang operasi. Tampak si Afdal sedang bekerja menjaga pasien emergensi jatahnya ini tadi yang sementara dioperasi oleh dr. Ahmad, sementara saya hanya hahahihi tidak jelas.
Selesai operasi, saya ajak si Afdal cari makan dulu, lalu balik ke Losmen.
And here I am... Mau tidur. Wait a minute... Ada WA lagi dari dokter IGD...


Posting Komentar