banner curhatan tidak perlu

Selasa, 11 Februari 2025. Tidak ada hal spesial kemarin. Hari ini pun, seharusnya begitu. Tapi realitanya? Saya mendapatkan tiga kasus operasi, dua di antaranya risiko tinggi.

And I was literally fighting to make sure the patient alive during and after the procedures.

Hari ini benar-benar menguras tenaga. Operasi berlangsung dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore. Enam jam penuh di ruang operasi. Ketegangan penuh. Karena tingginya risiko dari sudut pandang anestesiologi, kesalahan sedikit saja dari saya dapat menyebabkan pasien mati di atas meja. Tidak ada jeda yang cukup untuk benar-benar beristirahat. Padahal biasanya saya cukup santai. Momen santainya hanya ketika saya membuat joke di bawah ini:

Masa depan sudah di tangan
On completely unrelated topic, the joke today: menggenggam masa depan.

Kalau saya saja yang "hanya" dokter anestesi merasa lelah seperti ini, bagaimana dengan dokter bedahnya? Saya membayangkan betapa beratnya mereka, berdiri berjam-jam dengan fokus tinggi, tangan bekerja tanpa henti. Kadang cuma bercanda sebentar saja, lalu lanjut fokus lagi.

Hari ini saya lelah. Orang lelah itu rentan berbuat kesalahan, dan saya berharap saya tidak berbuat kesalahan hari ini. Kalaupun ada kekhilafan, semoga tidak mencelakakan orang lain.

Sesampainya di Losmen, saya hanya ingin merebahkan diri. Tapi kepala saya masih penuh dengan bayangan operasi tadi. Saya tidak bisa langsung tidur. Setiap kali saya menangani kasus risiko tinggi seperti ini, selalu ada pertanyaan di kepala: Apakah saya sudah melakukan yang terbaik?

Hari ini rasanya seperti perang mental. Bukan hanya soal menjaga nyawa pasien, tapi juga menjaga diri sendiri tetap waras. Dokter anestesi itu seperti bayangan di ruang operasi. Tidak banyak yang tahu apa yang sebenarnya kami lakukan, padahal pasien bisa saja tidak selamat kalau anestesinya gagal.

Hari ini berakhir tanpa kejadian besar, setidaknya di rumah sakit.

Tapi di rumah? Ada update dari istri.

Kemarin dia sudah presentasi proposal, dan katanya sukses. Syukurlah. Hari ini dia chatting panjang banget. Saya kira dia mau cerita soal keberhasilannya. Ternyata tidak.

Isi chat mostly marah-marah ke orang lain. Sepertinya saya kembali jadi tempat sampah emosionalnya.

Awalnya saya baca dengan saksama, mencoba memahami apa yang membuatnya kesal. Tapi semakin panjang chat-nya, semakin saya sadar bahwa ini bukan percakapan, ini hanya pelampiasan. Saya tidak bisa menyela, tidak bisa menenangkan. Kalau saya coba kasih solusi, malah jadi tambah panjang urusannya.

Ya sudahlah. Saya biarkan saja dia mengetik panjang lebar, tanpa perlu saya balas satu per satu. Toh, dia hanya butuh tempat untuk mengeluarkan unek-uneknya. Saya tidak punya energi lebih untuk berdebat atau sekadar memberikan respons panjang. Saya hanya ingin tidur.

Dan begitulah. Selasa ini saya akhiri dengan badan lelah, kepala penuh, dan chat istri yang tetap belum saya balas.

Besok masih harus berjuang lagi. Atau kusuruh Afdal saja mungkin, ya?

Post a Comment