Rabu, 29 Januari 2025. Sekarang sudah jam 23. Saya bukannya sedang bersantai di kamar kos (Losmen), melainkan masih berdiri di ruang operasi. Entah kenapa, rasanya hari ini panjang sekali.

Pagi tadi, saya mengawali hari dengan baik. Ini fakta. Buktinya, saya bangun jam 4 pagi setelah tidur jam 10 malam. Ya, saya menyerah pada usia. Biasanya, saya tidur dengan lampu menyala karena kalau tidur dalam gelap, saya bakal sulit dibangunkan. Tapi belakangan, tidur dengan lampu terang bikin kepala tidak nyaman. Kesimpulannya? Saya mematikan lampu. Hasilnya? Tidur saya kualitasnya membaik.
Jam 4 pagi adalah waktu terbaik untuk memulai hari. Ini waktu yang sempurna untuk menyelesaikan agenda sulit di Todoist. Bahkan, saya lari pagi setengah jam. Tidak berhenti, tidak terengah-engah. Bangga! Walaupun kalau dipikir-pikir, ya biasa saja. Larinya juga tidak sampai 3 km. Tapi setidaknya saya ikut berkontribusi pada masa depan yang lebih sehat. Pola hidup saya jauh dari sehat, dan faktor genetik saya penuh dengan risiko penyakit metabolik. Satu-satunya yang sedikit menyelamatkan saya adalah saya tidak obese. Atau, kalau boleh jujur, mungkin malah kurang gizi.
Sejak jadi mahasiswa kedokteran, saya sangat takut menjadi obese sentral. Kenapa? Karena bisa cepat mati. Nanti belum kaya, sudah mati. Belum bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat, sudah mati. Belum sempat membahagiakan orang tua, sudah mati. Belum sempat melihat bocah sukses, sudah mati. Semua orang pasti mati, tapi saya ingin cukup panjang umur untuk memenuhi tujuan hidup saya.
Setengah sembilan pagi, hampir semua agenda di Todoist sudah selesai. Sisa satu hal: membaca. Saya takut membaca. Sejak kuliah dulu, saya bisa sampai lulus tanpa benar-benar serius membaca buku teks. Kenapa saya takut? Karena saya takut buang-buang waktu. Buku teks itu sulit dipahami. Kadang-kadang, mata hanya melihat tulisan, tapi otak tidak menangkap apa pun. The letters don't tell me a thing. Tapi katanya, selain olahraga dan meditasi, membaca juga termasuk atomic habit yang baik. Jadi saya mencoba membaca. Tidak banyak, hanya 20 menit. Tapi tetap saja, saya bangga lagi.
Sore tadi, ada pesan dari bangsal kebidanan, besok ada rencana operasi. Setelah puas malas-malasan di kamar Losmen, puas utak-atik blog (tanpa solusi kenapa laman saya punya redirect 302 ke laman seluler berkode m=1), saya pun ke rumah sakit setelah magrib untuk visite pasien. Saat itulah saya tidak sengaja mendengar kabar duka.
Om Mano, perawat rumah sakit yang baik hati, suka membantu, dan selalu lucu, meninggal dunia sore tadi. Katanya, beliau tertimpa pohon saat menebang menggunakan chainsaw. Saya tertegun. Ini rasanya tidak nyata. Semoga beliau diberikan kelapangan di kuburnya, diampuni dosa-dosanya, dan segala kebaikannya mendapatkan balasan yang melimpah.
Saya pikir besok hanya ada dua operasi. Ternyata ada tiga. Saya pikir tugas saya hari ini hanya dua kasus. Ternyata ada satu laparotomi emergensi yang baru masuk. Harus assess pasien dulu. Setelah memastikan semua pasien, saya bergegas ke desa seberang untuk melayat ke rumah Om Mano. Katanya, lokasinya dekat pasar. Kalau ada keramaian, berarti di situlah tempatnya.
Saya ke pasar, mencari lokasi. Tapi tidak ada tanda-tanda keramaian. Saya putar-putari daerah pasar, tetap tidak ketemu. Akhirnya, saya kembali ke rumah sakit untuk operasi emergensi tadi. Ternyata saya kelamaan. Orang-orang sudah pada pulang. Sedih. Saya tidak sempat melayat.
Sekarang, saya kembali ke rumah sakit. Sedang membius pasien. Sambil mendengar dokter Ahmad nyeletuk, "Besok masih ada dua lagi, ya, dok?"
Waduh. Ini hari yang panjang sekali. Soalnya, saya belum sempat assess dua pasiennya dr. Ahmad itu. Besok sajalah. Sudah cukup untuk hari ini.
Posting Komentar