Sabtu, 25 Januari 2025. Semalam tidur jam 2 malam. Terbangun jam 5 pagi. Mata terbuka, pikiran melayang, dan sedemikian sulitnya tidur kembali. Dalam kebosanan, saya menuntaskan semua agenda di Todoist. Ya, semuanya. Bahkan agenda yang seharusnya untuk siang hari. Ajaibnya, saya juga lari pagi. Padahal, agenda lari pagi hari ini tidak ada di Todoist. Entah kenapa. Kalau dipikir, mungkin karena sudah kehabisan aktivitas lain.

Gambar ilustrasi untuk cerita ini, buatan ChatGPT.

Pikiran pun melayang soal gaji. Sampai kapan gaji ini tidak turun? Awal tahun memang biasanya gaji di daerah itu pasti pending. Semoga Februari nanti ada kabar baik, karena Januari ini sudah jelas nihil. Dengan setengah hati, saya keluar dari Losmen untuk menuju Rumah Sakit. Tumben, sih, sebenarnya. Tapi ada kendala: mobil dinas kuning saya terkurung. Kiri ada mobil Hilux silver milik pemilik losmen, belakang ada mobil dinas putih si Alfitra. Depan dan kanan? Tembok. Lengkap sudah. Masalahnya, saya ini tidak terlalu lincah bawa mobil. Tapi entah kenapa, tadi bisa keluar dari jebakan parkir itu. Ajaib.

Ngomong-ngomong soal si Alfitra, saya yakin dia tidur pagi. Tadi sudah diketuk pintu kamarnya untuk memindahkan mobil, tapi tidak ada respon. Ya sudahlah. Hari ini cuma ada satu operasi: kaki diabetik, jam 9 pagi. Kalau boleh jujur, saya malas banget menangani kasus ini. Tapi ya, saya kan dokter anestesi. Mau gimana lagi? Tadi saya hanya suntik anestesi lokal saja di kaki, sambil pasiennya ditidurkan ringan sebentar. Habis itu saya melakukan hal yang lumrah tapi terlarang: ke luar kamar OK untuk cari sinyal because I mau main WhatsApp. Overall, semuanya aman. Tidak ada penyulit. Tidak ada komplikasi. Selesai, saya berniat pulang habis selesai nulis-nulis berkas.

Sayangnya, dr. Ahmad, dokter bedah yang barusan operasi kaki itu, bilang ada rencana tambahan operasi appendektomi. Tapi pasien belum setuju untuk dioperasi. Saya pikir, "Ah, ini pasti batal." Jadi saya tunggu di ruang operasi (OK) sampai siang tanpa kabar. 

Oh iya, seusai operasi pertama tadi, saya dapat pertanyaan dari direktur. Katanya, apakah saya bisa standby gak kemana-mana dulu sampai akhir bulan karena dr. Alfitra ada "sesuatu". Saya pikir, "Wah, apa lagi ulahnya, ya? Apakah saya harus —lagi-lagi— bersiap membekingi keculasan seseorang?" Saya sudah siap mendengar berita masalah, tapi ternyata bukan itu. Culas iya, masalah nggak. Si Alfitra bilang ke direktur dia sementara perjalanan ke Tidore untuk keperluan mengunjungi keluarga. Urusan tiba-tiba. Hmm, aneh juga. Kalau dia benar sudah perjalanan ke Tidore, lalu siapa si Alfitra yang saat ini sedang singgah main di OK padahal bukan jadwalnya membius? Saya tahu nih, pasti ini strategi kaburnya. Kalau diijinkan, dia pergi. Kalau gak diijinkan, lha dia memang masih di sini. Trus, nanti dia kalau sudah dari Tidore pasti lanjut ke Makassar, lalu tidak balik ke sini. Alasannya, ini juga sudah pekan terakhir Januari dan sedang tidak ada Bu Direktur yang akan bersikeras melarang. Licik, kan? Saya tahu trik ini, soalnya saya juga pernah jadi residen.

Direktur kami sebenarnya sedang umroh. Itu sih alasannya. Harusnya beliau ini lagi beribadah dan menyerahkan mandat pelayanan ke PLT. Saya pikir begitu. Tapi entah kenapa, beliau masih sempat kirim WA jam 9 pagi waktu sini. Waktu pelayanan, dan waktu yang sangat perfect untuk menghubungi seorang pegawai yang lagi di tempat kerja. 

Siang tadi, saat saya di Losmen, mengira bahwa operasi appendektomi batal, istri mengirim kabar tentang anak kami. Si mamaknya bocah ini kesal soal berat badan bocah yang naiknya tidak sesuai standar. Terus, katanya mau cek vitamin D, feritin, dan darah rutin. Gak tau deh buat apa. Saya bilang saja tidak ada dana untuk itu. Padahal masalah sebenarnya, menurut saya, adalah bocah malas makan. Dia tidak ada dorongan internal buat makan. Harus selalu dipaksa.

Gambar piring kotor bekas makan bocil. Kiriman dari istri.

Setengah jam kemudian, istri kirim foto piring bekas makan. Katanya, bocahnya makan banyak, tapi nasi makan cuma sedikit. Dia hitung sehari harus 9 centong nasi baru dapat kalorinya. Saya pikir, wajar saja. Kurasa saya juga tidak bisa makan 9 centong nasi sekali makan. Jokes aside, dari kecil, dia diajarkan makan protein banyak dan karbo sedikit. Sekarang mau disuruh makan karbo banyak untuk naikkan berat badan? Mana bisa semudah itu.

Bocah ini lima tahun, dan mamaknya bilang berat badan kurang (78,9%), perawakan normal (95%), dan gizi kurang (88%). Dia hitung sendiri, sih. Saya tidak tahu cara menghitungnya, itu keahlian mamaknya, tapi jelas kelihatan kalau berat badan anak ini memang kurang dibandingkan teman-teman seumurannya. Tapi lagi sebenarnya saya lebih khawatir bukan soal makannya. Saya khawatir karena dia banyak tidak tahunya. Padahal menurut saya, dia cerdas. Eh, semua orang tua pasti memuji anaknya, ya? Jadi mungkin pendapat saya tidak valid.

Masalah sebenarnya, sih, karena mamak bapaknya sibuk banget. Sibuk melayani masyarakat, tapi jarang digaji. Tidak ada yang ngajarin si bocah. Tapi saya tidak yakin ini soal gizi saja. Sekarang saya tidak sibuk, sih. Udah selesai masa kelam itu kalau buat saya. Kalau nanti selesai TK, saya berniat bawa dia ke sini. Tapi itu nanti, karena sekarang saya masih ditempatkan di Losmen. Belum ada rumah dinas. Belum leluasa. Kalau saya mau ngamuk karena dia nakal gimana? Kalau saya mau ngakak teriak karena pengen hibur bocah, gimana? 

Ingat operasi yang kusangka batal itu? Kukira benar-benar batal. Eh, ternyata sore hari pasiennya setuju. Kampret! Kenapa gak dari tadi pagi?? Padahal saya sudah berencana tidur siang. Semua berubah gara-gara si pasien mendadak setuju. Tapi, gak salah juga sih si pasiennya. Ini kategorinya emergensi. Cuman, ini semua akhirnya bikin saya batal tidur siang karena ujung-ujungnya harus persiapan untuk operasi appendektomi. Tidak ada pilihan lain. Menurut adat dan kebiasaan saya, mesti lihat pasiennya dulu sebelum membuat assessment dan keputusan.

Sekarang saya mau masuk operasi lagi. Ngantuk, tapi tidak bisa ngopi. Selain karena kopinya lagi tidak ada, ngopi sore itu tidak boleh. Insomnia, soalnya.

Post a Comment